Menyambut Tahun Baru Islam di Pulau Padang

(Catatan ini disarikan juga dari Majalah Dinamis, nomor 60 Desember 2010)
Sehari Jelang tahun baru, kami anak-anak Bandul coba melakukan dedikasi terhadap
kampong. Menyemarakkan kampong dengan mengundang salah satu pejabat Riau, yakni
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementrian Agama Provinsi Riau (Kemenag Riau)
untuk berkunjung ke Desa Bandul. Momentum ini sengaja diusahakan, agar pejabat
teras penting di Riau juga bisa melongok geliat keagamaan yang berlangsung di
ceruk ceruk kampong. Mereka butuh perhatian, tidak perlu mengembus wacana besar
besar di forum forum negara bahkan internasional. Di ceruk ceruk banyak kampong,
mereka butuh perhatian nyata. Yang lebih dekat dan nyata dipelupuk mata kita
sendiri.

Desa Bandul, desa ini memang cukup dikenal sejak lama. Daerahnya alhamdulillah
berkembang dengan baik. Geliat keagamaan juga bisa dipandang sangat baik, ini
berkat kesadaran masyarakat. Meskipun di kampong, dengan upaya seadanya,
bertahap beragam kegiatan keagamaan bahkan lembaga-lembaga pendidikan berbasis
keagamaan dan umum berkembang dengan baik. Di desa ini ada PAUD, Taman Kanak
Kanak, MDA dan MTS yang berdiri secara swadaya dari peluh dan keringat
masyarakat. Sekarang berkembang ada pengajian bulanan ibuk-ibuk yang baru
berjalan, dengan tenaga pengaji seadanya, penguruspun lintang pukang untuk
mencari dan menyemarakkan kegiatan ini. Semuanya masih swadaya. Memang mereka
melakukannya dengan ikhlas, tetapi jika ada perhatian lebih baik sebagai wujud
apresiasi, setidaaknya ini akan menambah gairah lagi, bahkan bisa saja menjadi
isnpirasi untuk daerah lain agar mengikut.

Kami sendiri anak-anak Bandul, mengerahkan tenaga mengumpulkan bantuan serta
melakukan persiapan untuk perayaan tahun baru Islam di Bandul. Sempat juga
membawa bantuan pakaian layak pakai dari bantuan jamaah di Pekanbaru sebanyak
satu pack up. Dari Pekanbaru kami bertolak sekitar pukul 21.00 WIB. Mobil
meluncur ditengah malam yang dingin dan gelap, sampai di Pakning kami pukul 5
subuh, langsung saja kami melaksanakan kewajiban solat subuh. Perjalanan masih
panjang, siangnya kami menyeberang melewati Bengkalis untuk menuju Desa Bandul.
Diperjalanan kami berkejaran waktu, karena sebentar lagi akan pasang besar yang
menyebabkan ruas jalan tidak akan bisa dilalui oleh mobil kami. Dan ternyata
kami memang harus mengalah dengan waktu, baru saja tiba di Desa Pematang Duku,
air sudah meluah di jalan. Kami harus menunggu air surut. Ternyata pasang kali
ini termasuk pasang yang besar, sampai pukul 12 siang, dengan perut yang sudah
lapar, kami harus menunggu. Karena tak ada yang bisa dibuat, terpaksalah kami
melelapkan mata yang memang sudah menanggung berat akibat memang sudah
mengantok. Kami pun sempat tertidur pulas, di tepi rumah warga yang kebetulan
ada kursi kursi untuk persinggahan. Alahkan naseb….

Setelah agak surut kamipun lanjutkan perjalanan. Sampai di ujung Tanjung Sekodi,
di Isem, tempat menyeberang ke Bandul sudah agak sore. Sekitar pukul 3 sore. 
Kami dijemput dengan motor pompong untuk menyeberang, sementara mobil yang kami
bawa harus diinapkan di desa Tanjung Sekodi, karena memang untuk mobil tidak
bisa menyeberang. Disini sudah terbiasa, yang melakukan perjalanan dengan mobil,
harus lah rela menginapkan di Tanjung sekodi. Disinipun ada warga yang
manawarkan jasanya untuk menginapkan mobil. Saat pulang, dan kami mau bayar,
mereke menyebutkan nilai jasanya, dengan kata-kata terserah abang saja…baeknya
orang kampong kami wak…

Di kampong kami sudah pulak disambut warga, bukan menyambut kami yang macam
tamu,hehehe..tapi menyabung barang bawaan kami untuk melaksanakan acara. Saatb
itu pula kami masak sepandung di Pelabuhan, banyak yang suka cita memasangnya,
maklumlah kalau sepanduk kan jarang-jarang di kampong. Bukan macam di kota,
beserak sepanduk mampang muke pejabat, sepanjang ruas jalan betambun, yelah
pulak,,duit rakyat juge yang habis…

Sampai di Mesjid, antusias masyaraakt menyambut Kakanwil pun tak kalah seru.
Hari itu juga gerbang mesjid yang dah pudar warnanya di cat, catnya pun cat
seadanya. Tapi inilah bukti antusias masyarakat menyambut Kakanwil datang.


***
Macam mana tahun baru Islam di Pulau Padang ini berlangsung. Kami sarikan saja
dari catatan majalah Dinamis. Catatan Suhadi HS, MA, Kasi Penyuluhan dan Lembaga
Dakwah Bidang Penamas Kanwil Kemenag Riau.


Perjalanan Kakanwil Kementrian Agama Provinsi Riau H Asyari Nur, Kabid Penamas
HM Saman, Kasi Penyuluhan dan lembaga Dakwah Suhardi, Kasi Siaran daqn Tamaddun
Asril dan beberapa staf Kanwil Kemenag Riau menuju Kota Terubuk Bengkalis
mengisahkan sejarah yang sulit dilupakan.


Berangkat dari Pelabuhan Sungai Duku, meninggalkan Kota Bertuah Pekanbaru pukul
08.00 WIB, Selasa (7/12/2010), menempuh perjalanan yang cukup lama, memakan
waktu perjalalanan  lebih dari 3,5 jam, melintasi Sungai Siak dan Selat
Bengkalis. Dalam perjalanan yang menggunakan angkutan laut, tak terlepaqas dari
terjalnya gelombang yang menghantam Kapal Alita yang menjadi tumpangan kami.


Bahkan yang sangat ironis lagi, ketika menuju empat desa yang amat terpencil,
Kakanwil dengan rombongan menaiki Speadboat Keritang yang terbuat dari papan,
dengan muatan lebih dari belasan orang, larinya kencang, terjalan gelombangnya
sangat menakutkan, membuat kawan kawan dan rombongan kehilangan kendali, dan
malah ada yang wajahnya pucat karena mental tidak siap menempuh perjalanan laut,
seakan speadboat terasa akan terbalik kena hantaman gelombang.


Alhamdulillah,  kendati perjalan laut yang memakan waktu 1,5 jam dari Bengkalis
ke empat desa itu sampai dengan selamat. Kakanwil dan rombongan disambut warga
dengan meriah, denagn penuh semangat dijemput dari pelabuhan pinggir laut dengan
menggunakan ojek motor dan disambut kompang , tak lupa pula dikalungkan untaian
bunga dan sambutan silat kampong dari warga.

Setelah sampai di mesjid Mujahidin, Kakanwil, H Asdyari Nur, didampingi Ketua
Dewan Dakwah Indonesia (DDII) Riau, H Mukni, kemudian di tepung tawari warga.
Selanjutnya digelarlah penyambutan secara formal dengan tari persembahan dari
“Bungan Desa” yang masih lugu-lugu.

Usai penyambutan dan tari persembahan, dilanjutkan dengan acara peresmian Mesjid
Mujahidin di Desa Bandul. Kakanwil saat sambutan menyampaikan, mesjid merupakan
pusat kegiatan umat. Mesjid tidak hanya tempat ibadah, tapi juga menjadi tempat
pemnbinaan umat, bahkan menjadi fungsi perekat dan pemersatu umat.

Berselang beberapa menit, Kakanwil langsung menuju Desa Selat Akar, dengan
tumpangan ojek motr yang sudah disediakan warga. Karena didua desa ini tidak
bisa dilalui kendaraan roda empat. (Maklum infrastuktur daerah masih minim
pulak). Setibanya di Desa Selatakar, Kakanwil dan rombongan langsung
melaksanakan Sholat Asar berjamaah denagn warga Selat Akar. Usai sholat, warga
langsung warga langsung menggelar acara penyambutan terhadap kehadiran Kakanwil
dan rombongan ke Mesjid Nurul Huda. Di mesjid yang berukuran 8x8 meter itu sudah
dihadirkan 38 orang mualaf hasil binaan Ustad Taslim Prawira dan ratusan warga.
Para mualaf disebut oleh Ustad Taslim sebagai saudara baru mereka, tampak tekun
dan hikmat ketika mendengar pengarahan dari bapak Kakanwil.

Kakanwil mengharapkan kehadioran saudara baru adalah rahmat dan hidayah dari
Allah SWT. “Mereka adalah bagian dari kita, untuk itu perlu sama sama melakukan
pembinaan,” ujarnya.


Usaqi penyambutan dan pengarahan, Kakanwil langsung memberikan bantuan uai tunai
kepada Mualaaf sebanyak 13 Kepala Keluarga (KK) sebesar Rp 100 ribu per KK
dengan jumlah sebanyak 38 orang. Setelah acara seremonial di Mesjid Nurul Huda,
Kakanwil dan rombongan diajak  Kepala Desa Selatakar, Amiruddin, untuk melihat
secara langsung kediaman para mualaf yang berasal dari Suku Akit, merupakan suku
asli laut yang dibina Ustad Taslim dan selalu didampingi imam masjiod di kampong
itu.

Hari sudah sore menjelang Maghrib, Kakanwil dan rombongqan menuju kediaman salah
seorang warga untuk beristirahat. Usai istrirahjatb sejenak, hidangan makan
malam sudah tersedia sebelum Magrib. Kemudain mandi secara bergantian dan
bersiap siap untuk mengerjakan Sholat Magrib  yang dijama’ dengan Sholat Isya.
Sekitar pukul 19.30 WIB Kakanwil menuju mesjid Mujahidin untuk melaksanakan
Istighosah dan Tablig Akbar dalam rangka menyambut Tahun Baru isalam 1432
Hirriyah. Istighasah dan Tablig Akbar berlangsung sekitar lebih kurang 2,5 jam.
Mesjid yang berukuran 15x15 meter penuh sesak dipenuhi jamaah dari empat desa
tetangga yakni Kudap, Dedap, Bandul dan Selat Akar. Kakanwil bagaikan seorang
dalang yang mahir memainkan wayang dan membuat penggemar terpukau dan
terperangah, tak satupun jamaah yang kelaur dari Mesjid Mujahidin, mereka senag
mendengarkan ceramah dari kakanwil sehinggaq pukul 22.30 WIB, Kakanwil belum
bisqa meninggalkan Desa bandul sebagai pusat kegiatan malam itu.

Sekitar pukul 22,45 WIB, Kakanwil baru bisa meninggalkan desa. Kembali menuju ke
Bengkalis menggunakan speedboat Keritang. Dalam perjalanan menuju Bengkalis,
malam itu, awalnya terasa mulus, bagai tak ada rintangan, tapi ketika
menyeberangi Selat Bengkalis yang luasnya tak kurang dai 3 KM perjalanan,
disanalah mulai gelombang membuai kapal yang kami tumpangi sekitar sembilan
orang. Sekitar pukul 23, 50 WIB kami baru sampai di Pelabuhan laksamana
Bengkalis. Kawan kawan menarik napas panjang karena sudah terlepas dari rasa was
was dan kewaspadaan mnyelematkan diri dari dentuman ombak yang menhantam kapal.
Sampai di pelabuhan, kami dijemput oleh para sahabat di Kabupaten Bengkalis
menuju Hotel Panorama untuk beritirahat alias tidur menjelang subuh. Esoknya,
pukul 08.00 WIB rombongan kembali menaiki Kapal Alita menuju Kota Bertuah
Pekanbaru. Selamat tinggal Bandul dan Selat Akar. Desa Kudap dan Desa Dedap yang
belum terjamah perjalanan kami, lain waktu kami akan mendatangimu Kudap dan
Dedap, mudah mudahan kemi sehat selalu, Amin.

***

Comments :

2 komentar to “Menyambut Tahun Baru Islam di Pulau Padang”
Anonim mengatakan...
on 

mantap bndul..mudh2n kedpn ny lbih mju lg...

a mengatakan...
on 

sudah pakei database..hosting banyak yang gratis jadi bisa dikembangkan

Posting Komentar