Membaca Peluang Ekonomi Kabupaten Kepulauan Meranti

(Sebagai hinterland dan transito perdagangan)

 Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan salah satu kabupaten otonomi baru, dibentuk berdasarkan UU No 12/2009. Merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, memiliki 5 kecamatan dengan luas mencapai 3.707.84 km2.
Kabupaten termuda ini, secara geografis, berada di jalur pelayaran dan perdagangan internasional Selat Melaka di dua negara yakni Malaysia dan Singapura, serta secara alamiah sudah menjadi daerah hinterland kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam dan Tanjungbalai Karimun.
Posisi ini menjadikan peluang bagi Kabupaten Kepulauan Meranti dalam pengembangan potensi ekonominya ke depan. Sebagai garda terdepan untuk Provinsi Riau dalam membuat simpul ekonomi di kawasan pesisir.
Kabupaten Kepulauan Meranti bisa menjadi kabupaten yang memiliki peranan penting sebagai hinterland jalur strategis antara Provinsi Riau, Kepulauan Riau dan negara tetangga Malaysia dan Singapura. Dijadikan FTZ di dua kota di Kepri yakni Batam dan Tanjungbalai Karimun, setidaknya menjadikan kawasan ini salah satu penunjang FTZ tersebut, apalagi kawasan ini bisa menghubungkan jalur darat perdagangan dari Pulau Sumatera dan Jawa.
Untuk mewujudkanya, dengan posisi strategis sebagai kawasan interkoneksi, maka ke depan perlu ditunjang infrastruktur perhubungan yang memadai.
Selain pelayaran, yang perlu disiapkan adalah jalur transportasi darat. Pengembangan infrastuktur jalan darat menjadi alternatif penting untuk membuka isolasi daerah dan pulau-pulau di Meranti.

Jika ini berhasil, maka akan terbuka juga interkoneksi jalan darat lintas provinsi antara Riau dan Kepulauan Riau. Jalan lintas provinsi dua kawasan ini memungkinkan untuk diwacanakan menjadi jalan nasional.
Posisi yang strategis untuk membuka jalur lintas Riau dan Kepulauan Riau di masa yang akan datang.

Sebenarnya, Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Riau sudah mewacanakan untuk penyatuan Pulau Sumatera, melalui Meranti sebagai jalur penghubung antara Provinsi Riau dan Kepulauan Riau. Skenario untuk mempersatukan pulau ini sangat penting. Ini berdasarkan kondisi Meranti yang merupakan rangkaian pulau, dan satu-satunya jalan adalah menyatukan pulau,.

Setidaknya di Meranti dibutuhkan pembangunan infrastruktur jembatan dengan total panjang 15.100 meter. Dengan asumsi perlu lima jembatan penyeberangan. Di antaranya; jembatan Sungai Rawa-Meng-kikip, panjang 5.500 meter; jembatan Kampung Balak-Meranti Bunting, panjang 2.200 meter; jembatan Insit-Bantar, panjang 3.500 meter; jembatan Ketapang-Pelantai, panjang 600 meter; jembatan Ketamputih (Bengkalis)-Dakal, panjang 3.500 meter.
Selain itu, interkoneksi pulau antara Riau dan Kepulauan Riau juga sudah ada. Melalui Desa Tanjung Samak di Pulau Rangsang dengan Tanjungbalai Karimun. Kawasan ini bisa dijadikan jalur lintas provinsi. Letak dua kawasan ini dekat.
Bahkan jalur transportasi laut dua kawasan ini sudah lancar. Skenario untuk membuka simpul Meranti akan memberikan dampak yang besar. Pasalnya, Kepri, satu sisi sudah terbentuk sebagai daerah tujuan investasi. Berbagai industri menjamur di Batam, Balai Karimun dan daerah daerah hinterland lainnya di Kepri. Sedangkan Riau, merupakan daerah yang sangat kaya akan material untuk berbagai kebutuhan industri.
Tersedia berbagai industri minyak dan gas (migas) dan energi fosil lain seperti batu bara. Tidak hanya itu, material lain juga banyak, seperti minyak nabati olahan sawit, kertas, dan hasil kebun lain, seperti kelapa, karet dan lain lain.
Dibukanya akses dua daerah ini, akan membuka simpul ekonomi baru yang kuat dan terpadu. Investasi jangka panjang yang mungkin membuat daerah ini lebih gemilang. Apalagi, Riau dan Kepulauan Riau sudah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi (growth pole) dan menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) untuk beragam kegiatan ekonomi.
Posisi penyatuan pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Meranti untuk interkoneksi menjadi simpul kunci. Memanfatkan peluang strategis potensi Kepulauan Meranti sebagai daearah hinterlend, akan menunjang posisinya sebagai daerah transito perdagangan. Mungkin ini juga alasan bupati pertama Meranti, Irwan Nasir menasbihkan visi misi pembangunan Kabupaten Meranti ke depan, untuk mewujudkan sebagai pusat niaga.
Setidaknya selama ini yang terjadi, jalur keluar-masuknya barang-barang perdagangan dari Kepulauan dan penetrasi barang luar negeri, banyak yang beredar di Meranti. Sebaliknya barang-barang yang masuk dari Sumatera Barat, Medan dan lain-lain yang masuk ke Kepulauan Riau sebagian masuk melalui Meranti. Kawasan ini secara alamiah sudah terbentuk sebagai kawasan transito perdagangan dan secara strategis berada di hinterland FTZ kawasan industri.
Memang, posisinya sebagai kabupaten yang berada di jalur lintas antar negara, memiliki beragam sensitivitas. Satu sisi, untuk peredaran barang ilegal memang sangat mungkin terjadi. Tapi sisi lain, keuntungan di jalur strategis adalah mudahnya melakukan penetrasi penyebaran arus barang dengan pasar yang terbuka.
Dua sisi yang ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia (SDM) di kawasan itu. Untuk itu berbagai strategi yang harus dilakukan pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti ke depan adalah:

Pertama, menyiapkan SDM yang berdaya saing, yang mempu memanfaatkan potensi daerah dan mampu mengambil peluang untuk pemenuhan kebutuhan di kawasan industri. Kedua, mensinergikan pelaku usaha tempatan, agar menjadi enterprenuer yang lebih egaliter, mampu bersaing dengan produk luar serta mampu melakukan penetrasi usaha untuk kebutuhan pasar luar negeri dan daerah hinterland.

Ketiga, mampu mengeksplorasi Sumber Daya Alam (SDA) dan potensi investasi di Kabupaten Meranti sebagai cara untuk akselerasi membuka isolasi dan jarak antara dua kawasan pertumbuhan ekonomi yakni Riau dan Kepulauan Riau.
Keempat, mampu mensinergikan peluang dan isu strategis posisi Kepulauan Meranti agar menjadi bagian kepentingan pembangunan ekonomi untuk kawasan Provinsi Riau, Kepulauan Riau dan kepentingan pembangunan ekonomi nasional. Usaha yang harus dilakukan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti memang tidak mudah.
Meskipun banyak potensi SDA yang belum tergarap, kondisi Kabupaten Meranti memang butuh pembenahan. Informasi yang dihimpun Balitbang Riau, dari data olahan tahun 2009, sekitar 26,56 persen infrastruktur jalan di Meranti yang baik, 8,22 persen kondisinya sedang, 41,87 persen mengalami kerusakan dan 23,35 persen mengalami rusak parah. Peta SDM, 41,78 persen tidak punya ijazah, 24,65 persen tamat SD, 14,22 persen tamat SLTP, 15,84 persen tamat SLTA, 1,93 persen, tamat D1-D3, 0,76 persen S1 dan 0,83 persen S2 dan S3. Kondisi penduduk, dari 45.559 jumlah rumah tangga, sekitar 15.876 atau sekitar 34,85 persen Rumah Tangga Miskin. Dan dari 73 desa dan kelurahan, 59 desa atau 80,82 persen kategori Desa Tertinggal.
Peta ini menggelitik kita, setidaknya selama ini, ketika isolasi pulau-pulau di Meranti masih sulit. Posisi Kabupaten Kepulauan Meranti terkepung dengan keterbelakangan. Salah satu cara strategis adalah, mengupayakan, membuka jalur interkoneksi dan isolasi jalur darat.
Ini untuk mimpi Meranti, sebagai pulau jantan, daerah hinterland FTZ yang strategis, dan memimpikan sebagai kawasan transito dagang yang riuh dan ramai. Semoga.***
Suprapto, alumni Universitas Riau, asal Desa Bandul, Merbau, Kepulauan Meranti.
Saat ini aktif di Divisi Multimedia Riau Investment Corp (RIC). Tulisan ini sebelumnya dipublikasikan di Riau Pos, Kamis (23/9/2010).
 

Comments :

0 komentar to “Membaca Peluang Ekonomi Kabupaten Kepulauan Meranti”

Posting Komentar