Kampung Persinggahan itu Namanya Bandul


(foto bawah: ini gambo pasar Bandul,,samping samping samelah dengan daerah lain rulet (rumah toko dan sarang walet..foto tengah:
Es beno (bangas bersorak)



Kampung Bandol, bukanlah kampong yang baru, kampung ini termasuk kampung lame. Konon sejak zaman kerajaan Siak, daerah ini sudah menjadi salah satu tempat persinggahan raja Siak Sri Indrapura. Di sinilah muncul sebutan nama Bandul, yang berawal dari sebutan nama sebuah pokok yang satu satunya di desa ini. Memang tak ada sejarah yang pasti, tapi hikayat ini ditasbihkan dalam beberapa tugas akhir skripsi anak-anak Bandul. (Boleh ditengok nukilan kisah ini di sekripsi Mizan Fathoni, Taslim Prawira dan Ali, Sag)




Terlepas dari itu, kampung ini ternyata menyimpan sejarah panjang dalam masa masa perjuangan. Memang kalau terlihat dalam letak kampung, posisi kampung sangat strategis, berada di ujung Pulau Padang serta persis behadapan dengan Pulau Bengkalis. Setelah membalah selat ini bertembung lah denga laut luas Malaka. Di sinilah sejak Dulu Bandul menjadi tempat lintasan perlayaran sampai saat ini.

Kampung ini pun terkenal menjadi persinggahan para pelaut baik dari wilayah timur maupun barat . Masa masa kejayaan kampung tarsito ini di rasakan sampai sekitar tahun 50-an sampai 70 an. Konon perahu - perahu bugis yang berlayar sering membawa bermacam - macam perabot seperti guci ,kendi dan pasu (tempat beras). Orang orang kampung sini makanya tak aing dengan bende-bende mewah produk luar. Bahkan kononnya kampung ini paling ramai masa masa itu. (Tulisan ini dinukilkan dari tulisan salah satu anak Bandul, Taslim dalam Face book, Darul Huda Bandul Meranti).

Kisah yang menguatkan Bandul sebagai kawasan strategis tampak pada masa penjajahan. Memang pusat penjajahan kala itu yang paling dekat adalah di Bengkalis, sebagai wilayah kerisedenan kawasan Sumatera Timur. Tapi kalau menilik hal ini, disepanjang daerah pesisir pulau Bengkalis dan Pulau Padang, satu satunya daerah yang dijadikan salah satu markas penjajah adalah Bandul. Di kampung ini dahulu ada markas Belanda yang disebut dengan bom. Tapi bangunannya sudah hancur, tapi masa tahun 60-an dibuat bangunan pegganti oleh pemerintah yang sampai sekarang bangunan-bangunan tua ini masih ada.



ini foto paman Taslim dan anak-anak dekat rumah bom..bangunan tue yang ku ceritekan tadi..



Kalau melihat bentuk bangunannya sama arsitekturnya dengan bentuk bangunan Eropa. Ini dijadikan sebagai tempat penginapan dan juga rumah singgah bagi pelayan negara yang bertugas di daerah ini. Bahkan, Bandul sejak dulu sudah berdiri sekolah, yang terkenal dan alumninya mungkin sampai saat ini masih banyak. Yakni Sekolah Rakyat (SR) dan katanya Mulo yang setinggkat SLTP. Kedua dua sekolah ini sudah hancur, tapi masa masa tahun 90-an di Bandul sekolah ini masih ada. Tentu saja anak anak seumur aku masih ingat bentuk sekolah ini macam apa. Sekolahnya besar, berbentuk panggung. Tapi terbuat dari papan. Sekolah ini waktu masa masa kami kecik dulu banyak misteri, maklum waktu itu umur sekolah juga sudah uzur. Kabarnya Jepang juga pernah mendarat di Desa ini.

Sampai sekarang, kawasan ini masih menjadi daerah transito yang strategis. Kapal kapal besar yang melintas menuju Dumai dan Bengkalis pasti melintasi tempat ini. Begitu juga sebaliknya yang menuju Selatpanjang dan Batam. Bahkan sekarang ini, sejak jalur darat mulai bagus, Bandul menjadi daerah transit dari Belitung Bengkalis atau sebaliknya. Apalagi sekarang sedang dilanjutkan pembangunan jembatan penghubung antara Bandul dan Selat Akar (daerah ini menjadi kunci untuk penghubung antara Pulau Padang dan kecamatan Merbau, Belitung). Kalau jembatan ini jadi, dan jika pemerintah kabupaten Kepulauan Meranti melanjutkan dengan pembuatan jembatan roll-on roll of (Roro) Pulau Padang-Bengkalis. Maka tidak mustahil daerah ini akan maju pesat dan menjadi ikon baru untuk pertumbuhan ekonomi kawasan pesisir.

Pasalnya Belitung sendiri sejak lama menjadi daerah eksplorasi Migas yang saat ini dikelola PT Medco Indonesia. Sedangkan daerah sekitarnya merupakan kawasan perkebunan rakyat yang luas, sampai ke desa Selat Akar, ratusan ribu kebun karet dan sagu, selain itu hutannya yang masih luas. Tak hanya itu Bandul, apalagi Selat Akar yang terkenal di Desa Kuala menjadi sentra perikanan tangkap. Kalau mau hanya sekedar mencari belacan atau udang kering (ebi) di daerah Kuala ini, kata orang kampung jangan rhisau, sebab barang tu beleak (eh salah cakap, bahasa Minang pulak terbawak).

Kalau lah ada cetak biru atau kate orang blue print pembangunan kawasan pesisir, saya rasa daerah ini potensial dikembangkan. Banyak potensi potensi yang melekat seperti hasil hutan, sagu, karet, ikan tangkap, sekarang ini yang muncul jadi bisnis menjanjikan juga walet. (Tapi yang terakhir ini beresiko, sebab jika kawasan ini padat, serta merta bukan tidak mungkin ketika walet ini ada terserang virus, bisa dengan cepat menjadi punca penyakit).

Selama ini potensi yang ada tidak menjadi ikon kuat untuk mendukung ekonomi. Ini terlihat dari kaca mata perkembangan bisnis dan usaha yang dijalankan. Kecuali Walet lah, yang berkembang begitu pesat, sampai sampai kampung ini ramai karena walet walet ini. Tapi untuk usaha masyarakat seperti sagu dan karet, hanya sekedar penopang hidup. Soale karet yang ada tidak dilakukan dengan sistem budidaya yang tepat. Pembibitan karet juga banyak yang dari sistem tradisional, sehingga meskipun luasnya banyak tapi hasilnya tidak maksimal. Kalau kita mau belajar dari provinsi tetangga, yakni Sumatera Utara (Sumut). Industri perkebunanya sudah sangat kuat, tapi ini sudah didukung sejak zaman kolonial. Bahkan di Medan sejak tahun 1800-an. Sudah ada pusat penelitian perkebunan, makanya Sumut menjadi daerah maju. Mungkin kalau balek kampung, masyarakat merasa tidak puas karena hanya bertumpu dengan kebun karet, alasanya karet tidak menjanjikan. Padahal, sejak menteri pertanian dijabat Anton Apriantono, ia merekomendasikan untuk merevitasasi perkebunan salah satunya karet karena memprediksi komoditas yang satu ini merupakan yang paling prospek.

Alasanya sederhana, dengan kemajuan industri, kebutuhan karet juga semakin banyak. Memang karet ini berasal dari Brazil, tapi sampai saat ini pensuplai komoditas karet di Dunia terbesar dari Asia Tenggara (Asteng) , yakni Indonesia, Malaysia, Filiphina dan Thailand. Memang pula harga karet sangat fluktuatif dan sensisitif. Kalau Industri lumpuh, harga karet seperti kejadian sejak Juli 2008 lalu, harga karet pun jemblok.

dan gambo atas: ini jembatan Bandul Selatakar)



Tapi komoditas ini tetap dibutuhkan, sekarang saja harga karet terus beranjak naik. Bahkan di beberapa pabrik ternama di Riau, kalau di Riau ada empat parik ternama yakni PT PT Ricry Pekanbaru, PT P&P Bangkinang, PT Tirta Sari Surya dan PT Andalas Agrolestari harga bahan olahan karet (bokar) dah sampai Rp 19 ribu per kilo gram. Terbukti kan prediksi pak Anton.

Lewat tulisan ini... (Maaf sikit ye, kalau dah becakap memang panjang, mungkin ini agak melenceng dari kisah Bandul sebagai kawasan transito, tapi tak apelah bile lagi nak becakap puas macam ini, kalau tak disampaikan buah pikiran ini sakit kepale pulak)....... Saya nak berpesan, sekarang ini kan kebun kebun karet di Bandul dan sekitarnya kan dah tue. Karena diprediksikan umurnye pun dah ratusan bahkan puluhan tahun. Kalau melihat refensi budidaya keret. Ini tak layak lagi untuk dilakukan, sebab lateknya tak maksimal, jadi banyak bekerja tapi hasilnya sikit (tentu ini kate orang sekarang yang disebut dengan kata tidak ekonomis).

Makanya kalau nak merubah aset kebun karet menjadi menopang ekonomi yang kuat, saya rasa sangat bisa dilakukan. PT Good Year, salah satu produsen pembuat ban ternama di dunia, berpusat di Inggris, tapi banyak kebunnya di Indonesia, salah satunya di Medan. Katanya... (ini dari cerita-cerita kawan juga, waktu lama di Medan ) bisa menggaji buruh lepas kebunya sampai jutaaan. Kalau analisa saya sangat bisa, asalkan ilmu budidayanya sangat tepat. Beberapa teori ada yang mengatakan, maksimal hasil penyadapan karet bisa sampai 1500 kg/ hakter. Alias 1,5 ton per haktere. Kalau di kampung, jangankan sampai 1000 kg, nak sampai 20 kg aje dah semaput. Ape pasal, sebab karet yang ditanam tak bisa menghasilkan maksimal. Ini karena banyak faktor selain umur juga kualitas bibit yang tidak jelas.
Kalau mau dirubah dengan target saja bisa menghasilkan maksimal. Dengan strategi budidaya, perawatan sampai penangganan sangat panen (penyadapan) optimal. Hasil latek maksimal bisa mnecapai antara 500 kg- 2000 (2 ton kg). Dalam budidaya karet, maksimal kan umurnya sampai 30 tahun. Kalau saat perdana bisa umur sekitar 6 tahun sudah bisa diperkirakan menghasilkan latek sampai 500, hasil optimal itu diperkirakan umur 12-18 tahun. Kita kali kan saja, kalau minimal tiap hektare mampu produksi 500 kg, kali kan harga terendah kemaren tu sampai Rp 2000. Hasilnya bisa sampai Rp1 juta per hakter, sekali panen. Ingat masa panen bukan sebulan sekali. Optimal 3-4 hari sekali. Artinya setiap bulan 7-8 kali. Hasilnya sebulan bisa mencapoai Rp 8 juta per bulan. (Mak mak.. ini mungkin same gaji manager aku dikantor lah..itu pun dah bertungkus lumus berkarir bertahun tahun, belum lagi masuk modal kuliah..itu lame dan makan pemikiran lah..aku rasekan sangat..). Kalau estimasi tadi kita rubah dengan kondisi optimal katakanlah bisa capai 1 ton per haktare, plus dengan asumsi harga karet saat ini sekitar Rp 19 ribu di pabrik maka penghasilannya bisa mencapai Rp 19 juta...sekali panen...
Ini belum termasuk jika melakukan budidaya sagu secara maksimal. Baik budidaya maupun samai industri hilir. Sebab kebutuhan sagu ini bisa dijadikan pendukung industri makanan di Indonesia. Apalagi Indonesia terkenal sebagai pengimpor gandum tebesar. Kalau pati dari sagu ini dimaksimalkan sebagai subtitusi alternatif pengganti gandum dan dijadikan industri besar, saya rasa kemakmuran akan berpihak kepada masyarakat. Ini celoteh biasa, sebab riset-riset subtitusi tepung sagu untuk terigu begitu populer, patinya melimpah jauh lebih besar kapasitas produksinya dari gandum sebagai tanaman penghasil terigu. Cuman memang tidak bisa seratus persen, sebab gandum satu satunya tanaman yang memiliki glutein. Ini yang membuat tepung gandum disukai. Tapi kualitas tepung sagu sedikit hampir menyamai gandum. Belum lagi tanaman ini kaya juga dengan ethanol. Bahan kimia untuk makanan, kosmetik dan pembangkit energi. Jadi sangat sangat potensial. (kami becakap sambil neking ni, geram!!! Sebab ngape sampai sekarang tak pulak dilirik same pemerintah...heran..).
Balek lagi ke cerita kampung tadi, kalau betul pemerintahnya cekatan. Saatnya membuat basis ekonomi yang kuat di Bandul. Dulu, waktu aku baru semester ...baru,, memang ade proyek reboisasi karet di Bandul..tapi dari bibit sampai pupuk lesap entah kemane..Hibah macam inilah buat kacau..kalau nak maju maunya maju bersama..tak akan ada yang korupsi, nyekik bukan hak..
Ada banyak kawasan yang sudah sadar dengan merubah pola budidaya karet dengan sistem lebih modern. Salah satunya di Sulawesi Selatan..(Bisa dilihat di tulisan dengan alaman web. http://masbudihartono.wordpress.com) di salah satu tanggapan warganya di kecamatan Masuji Makmur ini. Berkat karet kehidupan ekonmi desa sudah berubah..katanya rumah riumah di kampungnya sudah berganti dengan rumah permanen,,kendaraan pribadi dan peralatan elektronik). Mestinya Bandul dan daerah sekitarnya di Meranti sangat bisa.
Memang butuh dana investasi besar untuk buat kebun. Tapi kalau mau, sekarng ada program revitalisasi perkebunan. Jangankan Meranti, Riau saja, memang realisasi program ini kecil. Padahal skim kreditnya besar untuk karet Rp 36 juta/ haktare. Kalau pakai skim ini pemerintah memberikan stimulus yakni 50 persen ditanggung pemerintah. Jadi petani hanya mengembalikan kredit 50% saja. Misalkn kredit komersial sekatrang 12-13 persen, maka yang dibayar petani bearti 6-7 persen..(Ini dana murah lho). Tapi tergantung pemerintah daerah dan masyarakatnya juga..mau atau tidak (kata orang inikan pilihan. Tapi kalau konsisten untuk tidak maju, kan jadi PERTANYAAN BESAR).
Jadi balek ke awal cerita tentang Bandul tadi, kampung ini memang punya banyak potensi..Tinggal bagaimana mengembangkan dan membuat perencanaan agar daerah transito ini memang benar benar maju. Perlu kerja keras dan niat baik...sehingga tak menjadi kampung yang makin terbelakang, tapi kampung maju yang beradap dan tentram..(amin)..

Comments :

15 komentar to “Kampung Persinggahan itu Namanya Bandul”
affanibnu mengatakan...
on 

salam hangat!

attayaya mengatakan...
on 

karetnya diganti dengan bibit stek, bukan bibit karet hutan
produksi bisa lebih tinggi
kayunya bisa dijual
tingkatkan kesejahteraan masyarakat

Anonim mengatakan...
on 

Jadi tahu daerah transito bernama Bandul. Semoga menjadi daerah yang maju

Facechan mengatakan...
on 

Waduh...

Kalo kesana kira2 bisa bernostalgia kali yah???

Heheheee... Kerend..

Neneng M. mengatakan...
on 

Informasi yang menarik..
salam persahabatan ..


http://1001printer.blogspot.com/2009/11/epson-stylus-tx111.html

Aku Tidak Juga Kau mengatakan...
on 

Salam kenal, sebuah kampung persinggahan yang indah dan berpotensi :)

admin mengatakan...
on 

turut prihatin dengan keadaan sekarang ini

Anonim mengatakan...
on 

info yang sangat menarik... keep posting sobat... salam blogger

Adnan Ashari mengatakan...
on 

jauh banget sih.... tapi dekat di hati

dewapelangi mengatakan...
on 

unik banget yach.... perlu dilestarikan nihh

anas & adam mengatakan...
on 

ye lah "bandul" kan memang kampul yg indah,damai.....



by: anas & adam

anas & adam mengatakan...
on 

ye lah "bandul" kan memang kampung yg indah,damai.....



by: anas & adam

syafrizal mengatakan...
on 

I lOVE YOU BANDUL.kampung halaman beta semoga menjadi daerah yang maju, damai, dan banyak menelorkan generasi2 yang hebat. .
hahahah. . .
# keep spirit

Unknown mengatakan...
on 

Bandul kampung halamn ku.kini menjadi kecamatan tasikpepuyu.

Anonim mengatakan...
on 

bandul is the best

Posting Komentar